Senin, 21 April 2014

Don't Leave


Song fict by JJ. Park

Cast :
Park Jung Soo
Kim Jung Ae

Background song:
T-ara - Don't Leave



Don't Leave


I loved you too much to forget you...‘

“Aku tak ingin berpisah. Tidak, Oppa...“

Aku menahan airmataku. “Jung Ae, cukup. Kau sudah tahu keadaan kita“.

“Andwae. Shireo! Oppa....“

Aku berpaling. Nyeri rasanya melihat wajah Jung Ae yang terlihat sangat sakit. Aku menyakitinya. Lagi lagi. Aku membalikkan tubuhku. Melangkah meninggalkan nya.

“Oppa?“ Jung Ae menahan tangan ku. “Kajima...“

Mengenaskan. Hati ku miris sekali mendengar permohonannya. Aku ingin sekali berbalik dan memeluknya. Berjanji tak akan meninggalkannya. Mengatakan semua baik baik saja. Tapi pikiran ku tidak sependapat.

Aku menepis tangan nya. “Sudah berakhir. Aku pergi“.

Jung Ae meraih tangan ku lagi. “Apa kita masih bisa bersama? Kita masih bisa bertemu lagi? Janjikan itu padaku, Oppa...“

Aku diam. Menepis tangannya lagi. Melangkah pergi.

Dan seperti itulah aku meninggalkannya. Meninggalkan gadis yang begitu ku cintai. Yang menangis pilu memohon padaku.

“Maafkan aku, cinta...“




I still wait for you... Our time has stopped, it feels like you’re next to me...‘

Hari hari ku bagai terhenti, terutama sejak Jung Ae tak lagi menghubungiku. Atau lebih tepat nya, aku yang menghindarinya.

“Hyung,“ Kyuhyun menepuk bahuku, “ku pikir kau adalah Leader paling berguna. Ternyata kau sama saja dengan yang lain. Bodoh.“

Aku tersenyum miris. Menyadari arti kata kata Kyuhyun begitu menampar ku telak. Ya, aku bodoh. Meninggalkan seorang gadis yang begitu menyayangi ku. Aku melihat isi ponsel ku. Di penuhi pesan pesan kesedihan yang di kirim oleh Jung Ae. Membuatku menangis membacanya.

“Kejar dia lagi, sebelum terlambat,“ ucap Siwon bijak. “Kau tahu, jika aku menjadi kamu, tak akan ku lepaskan gadis yang sangat ku cintai. Apapun yang terjadi“.

“Tapi aku akan membunuhnya pelan pelan, jika aku terus mempertahankan nya!“ ucapku keras. “Aku tak ingin dia terluka. Aku tak ingin... kehilangannya...“

Siwon tersenyum. “Kau tahu jawaban hati mu, Hyung. Harusnya kamu mengikuti kata hati mu...“

Aku tercenung. Siwon benar. Tapi aku tak bisa melakukannya. Aku ingin menolongnya. Sekali saja. Untuk terakhir kalinya.


Don’t leave, don’t leave me.. you only gave me scars in my heart...‘

Pesan dari Jung Ae terhenti. Dan aku merasa kosong di hatiku.

“Hentikan melukai dirimu sendiri, Hyung. Kau tahu kalau tubuh mu lemah. Jangan menyakiti diri lagi,“ ucap Yesung. Dia menarik botol wine ketiga yang sudah habis separuh ku minum, malam ini.

“Nan jongmal bogoshippo...“ racauku pelan. “Jung Ae...“

“Kalau kau merindukan nya, mengapa tak menemuinya?“ sergah Yesung sengit. Aku hanya tertawa hambar.

“Neo pabbo...,“ tunjukku ke arah Yesung, “Kamu benar benar bodoh... kamu pikir.. hik.. dia akan.. hik.. menerimaku?“

“Hanya temui dia! Dan yang bodoh itu kamu. Bukan aku. Temui dia jika kamu merindukannya. Dia pasti mau menerimamu apapun keadaan mu. Bukankah selama ini dia sudah begitu terhadapmu?“


‘My love has died in this fragment of separation and it’s pitiful and tortuous...‘

Aku memandangi foto yang masih terpampang jelas di layar ponsel ku. Aku tahu, aku sangat munafik. Benar benar sangat munafik. Aku yang meninggalkan nya, dan aku sendiri yang merindukan nya. Entah bagaimaa keadaan nya sekarang.

“Jung Ae... bogoshippo.... aku sangat merindukanmu...“


If I hide my tears in the falling rain, can all of our memories be hidden?‘

“Kamu tahu, sekarang aku lebih suka berada di tengah hujan,“ ucap Jung Ae polos.

Aku terdiam. Melihat tubuhnya yang semakin kurus, berdiri di depan ku. Menengadahkan tangannya ke atas. Melihat langit. Seolah berharap hujan turun di taman yang hanya ada kami berdua ini.

Aku menemukan Jung Ae, di taman favorit kami, yang sering kami kunjungi berdua, saat aku sedang ingin mengingat nya. Dia sedang duduk di tengah hamparan rumput dan bunga. Memainkan sehelai rumput yang di cabutnya sembarangan.

Dan saat matanya menemukan ku, dia langsung berdiri menghadapku. Dia tidak lagi berlari menghampiriku, seperti biasa yang ia lakukan saat menemukan ku, melainkan hanya mematung dan menatapku.

Tapi binar matanya seolah menyambutku dengan hangat. Menatapku penuh kerinduan. Senyum yang terpancar rasa haru. Dia tidak lagi memelukku. Tapi aku merasa menemukan kembali dunia ku, hanya saat aku menatap matanya yang menghangatkan ku.

“Kamu terlihat lebih kurus, Jung Ae...“

“Ah, ani. Aku hanya mengenakan pakaian yang sangat longgar. Jadi terlihat kurus“. Sungguh nada bicara yang penuh ketegaran.

“Apa kamu makan teratur?“

“Geurom. Aku tak ingin membuatmu khawatir“. Gadis itu terdiam sejenak. “Ah, mianhae. Tak seharusnya ku katakan itu,“ tambahnya terburu.

Aku menggigit bibir. Dia benar. Aku memang mengkhawatirkannya. Aku mengkhawatirkan tubuh nya yang begitu mudah jatuh sakit, terutama karena dia tidak menyentuh makanan sama sekali.

“Ayo makan,“ ajak ku tanpa sadar. Ah, ya. Bukan tanpa sadar. Ini adalah ajakan yang begitu ingin ku lontarkan. Hanya agar aku bisa bersama nya sedikit lebih lama.

“Tidak perlu,“ gadis itu tertawa kaku, “Aku akan pergi. Lagipula, kita... bukan lagi..., sepasang kekasih..., bukan?“

Aku mengangguk kaku. Jung Ae tersenyum miris. “Annyeong,“ ucapnya lirih.

“Annyeong...“


It remains like perfume, I see it like a picture, it’s engraved like a stigma, remember that. Don’t wanna cry...‘

Aku tak bisa melupakan perkataan nya saat itu. Saat terakhir kali kami bertemu di taman. Pertama kali pertemuan kami, setelah aku mengakhiri hubungan kami.

Perkataan yang benar benar mengiris hati ku. Perkataan yang di ucapkan dengan begitu tegar. Namun terasa menyakitkan. Perkataan yang secara telak menyadarkan posisi kami yang bukan lagi ‘sepasang kekasih‘.

Aku masih ingat. Ucapan itu begitu segar dalam ingatan ku. Ucapan yang membuatku harus mengambil keputusan terkejam dalam hidupku.

“Kamu seorang entertainer. Jung Ae tak pantas untuk mu. Tinggalkan dia. Ada banyak orang lain yang jauh lebih pantas ketimbang gadis yang tidak jelas itu.“

“Saya tidak suka kamu mendekati anak saya. Tidak peduli seberapa terkenal nya kamu. Saya hanya tidak ingin anak saya di pengaruhi hal buruk dari kamu. Karena sekarang, semenjak mengenal mu, Jung Ae menjadi seorang pembangkang!“

Menyedihkan memang. Aku adalah pengaruh buruk untuknya. Aku tidak pantas untuknya. Dan apapun itu. Tapi bagaimana mungkin aku bisa meninggalkan nya? Jelas jelas aku begitu membutuhkan nya. Dan aku sangat mencintainya.

Ya. Hubungan kami tidak di setujui. Baik dari pihak Jung Ae, maupun dari pihak ku. Tapi, untunglah aku masih memiliki keluarga lain, selain orangtua ku.

Aku mengedarkan pandangan ku. Menatap dorm yang tengah kosong karena para penghuni nya sedang melakukan berbagai aktifitas. Super Junior... itulah salah satu keluarga ku sekarang. Mereka mendukung ku. Mendukung hubungan ku dengan Jung Ae. Yang menurut mereka amat sangat serasi dengan ku.

Dan mereka juga yang memaksa aku memperbaiki hubungan kami berdua. Yang... terus terang, benar benar memang harus di akhiri.

“Aku mencintaimu, Kim Jung Ae...“


I can’t let go of the string of fate... I can’t just let you go like this...‘

Jung Ae menghindariku. Habis habisan. Setiap hari, aku berusaha menghubunginya. Setiap hari, aku mendatangi taman favorit kami dan menunggunya di sana. Tapi aku tak bisa menemukannya dimanapun. Jung Ae seolah ingin menghilang dari duniaku.

Padahal aku mencarinya untuk kembali padanya. Aku mencari nya karena aku sangat merindukannya. Aku mencari nya karena dialah nafasku. Tanpa nya, aku tak bisa hidup lagi.

Dan aku nyaris kehilangan nafasku, karena tak bisa melihat nya. Jung Ae... dimana kamu?

Telepon berdering dan menyentakku ke alam nyata lagi. Aku bergegas menerima panggilan telepon dari ponselku.

“Yeoboseyo?“

“Hyung? Hyung!! Ppali!! Cepat ke Rumah Sakit!“

Otakku membeku seketika. Terlintas pemikiran buruk yang muncul begitu saja dan tak bisa ku enyahkan dari pikiran ku begitu saja. “Ada apa, Hae ya?“

“Aku menemukan Jung Ae terbaring di lorong daerah dorm kita, Hyung. Ppali kajja! Jung Ae membutuhkan mu, Hyung.“

Aku bergegas menutup telepon. Dan melesat ke Rumah Sakit. Pikiran ku terlalu sibuk untuk ku jelaskan. Terlalu rumit.

“Jung Ae.. bertahanlah...“


Don’t leave, don’t make me cry.. come back to me, Such a painful person...‘

“Untuk apa kau di sini?! Pergi!!!“

Tubuh ku di dorong dengan sangat keras, oleh ayah Jung Ae.

“Saya tidak akan pergi, Ajusshi. Jung Ae... membutuhkan ku,“ ucapku dengan yakin. Membuat ayah Jung Ae menamparku kuat kuat. Wajah ku terlempar ke samping. Tapi aku tidak bergeming dari tempatku. Aku harus bertahan. Demi Jung Ae.

“Kau pikir karena siapa, Jung Ae menjadi seperti ini? Apa kau tahu, setiap hari dia pergi dari pagi buta, dan pulang larut malam? Apa kau tahu, setiap malam menjelang tidur, dia selalu meminum obat tidur dalam dosis tinggi? Dan apa kau tahu, aku selalu menemukan sebotol wine di dalam kamar nya? Akibat siapa, anakku menjadi rusak seperti itu? Itu semua karena kamu!!“

Rasanya aku seperti di tampar -sekali lagi- hanya saja lebih keras dan menyakitkan. Jung Ae menjadi seperti itu karena aku? Setahu ku, Jung Ae adalah gadis baik baik yang tidak akan pernah menyentuh alkohol.

“Dia juga tidak pernah menyentuh makanan dan minuman lain selain ramen, soju, wine, dan....“ ucapan Na Ya terhenti di udara.

Aku menatap Na Ya nanar. Na Ya adalah teman baik Jung Ae. Hanya saja, lingkungan dan juga pribadi Na Ya tidak begitu baik di mata ku. Tapi aku menghargai Na Ya karena dia tidak pernah memengaruhi Jung Ae sedikitpun. Dan wajah Na Ya yang baru saja memaparkan fakta tadi, terlihat sangat terpukul. Na Ya begitu menyayangi Jung Ae. Dia begitu melindungi Jung Ae yang masih polos dan lugu. Walaupun bagi Na Ya, meminum soju -bahkan wine- itu sudah biasa baginya, tidak untuk Jung Ae. Dia tidak pernah membolehkan Jung Ae menyentuh semua itu. Lalu bagaimana sekarang dia membiarkan Jung Ae mengonsumsi itu semua?

“Jongmal.. mianhae...,“ isak Na Ya pelan, “aku sama sekali tidak sanggup mencegah nya. Dia... terlihat sangat... depresi...“

Aku tertunduk mendengar ucapan Na Ya. Jung Ae... depresi? Sebegitu parahnya kah, efek tindakan ku ini padanya?

“Jadi, kamu masih akan tetap di sini?“ ayah Jung Ae menatap ku sinis. Aku mengangkat wajahku. Menatap ayah Jung Ae yang ku hormati dengan tatapan tegas.

“Aku tetap di sini!“


‘As if a flower petal has fallen, your body grows further away...‘

“Oppa...“

Aku tersentak mendengar suara lembut yang terdengar lemah itu. Jung Ae sadar. Aku bergegas ke tempatnya terbaring. Menggenggam erat tangannya.

“Wae? Ada yang sakit?“ tanya ku khawatir.

“Di sini..“ ucap Jung Ae pelan. Dia menekan bagian dadanya. “Rasanya sesak sekali menemukan hari hari ku tidak lagi di temani mu. Sakit sekali. Apa... aku harus masuk Rumah Sakit dulu, agar kamu bersedia menemui ku lagi seperti sekarang?“

Aku memejamkan mata. Menahan airmata yang hendak keluar. “Bukankah kamu tidak ingin membuatku khawatir, Jung Ae? Kenapa kamu berbuat begini? Kamu menghancurkan tubuh mu sendiri...“

“Aku hanya tak ingin lagi mengingat mu...“ isaknya. “Sangat sakit... kau tahu? Hanya karena orangtuaku, kamu membuangku. Hanya karena cinta kita terlarang, kamu pergi dari hidupku. Apa perasaan mu memang terlalu dangkal padaku?“

Kenapa dia tidak mengerti tindakan ku? Aku hanya ingin menyelematkannya. Kenapa dia malah menghancurkan dirinya di saat aku berusaha agar dia baik baik saja? Tak tahukah dia, bahwa aku ingin melindunginya?

“Aku ingin melindungimu...“ kata kataku terhenti di udara, saat tangan Jung Ae terangkat.

“Aku tahu... dan aku tak akan menghentikan tindakan mu. Tapi, kamu juga tidak boleh menghentikan aku. Apapun yang ku lakukan, jangan lagi memedulikan ku. Itu kan, yang kamu inginkan?“

Aku menatapnya tak percaya. Kata kata menyakitkan seperti itu tak pernah bisa di ucapkan secara langsung oleh seorang Jung Ae. Mengapa sekarang dengan mata kering begitu, dia sanggup menyayat hatiku dengan ucapan sadisnya itu?

“Jung Ae...“

“Pergilah, Oppa. Jangan lagi memedulikan ku. Aku menghargai keputusan mu untuk mengakhiri hubungan kita. Dan sebagai gantinya, hargai aku juga, apapun yang ku lakukan.“

Lidahku terasa kelu. Dia membuat batas yang nyata di antara kami.

“Pergi!!“

Dan dengan satu kata itu, aku memutuskan untuk menuruti semua perkataan nya.


‘My heart in your train.. whether it’s ripped, thrown away, hidden or burned...‘

Hatiku terasa mencelos menatap sesuatu yang di berikan Na Ya pada ku. Dengan gemetar, aku menatap kartu berwarna putih itu, yang merupakan undangan dari Jung Ae.

‘Aku ingin bertemu...‘

‘It remains like perfume, it remains like a picture...‘

Jung Ae duduk di hadapanku. Sorot matanya yang terlihat berusaha tegar tak bisa di sembunyikan. Dia menuangkan minuman untuk ku.

Aku menatap nya tanpa jeda. Dia benar benar sangat berbeda di banding dulu. Mata yang biasanya berbinar, kini tampak layu. Senyum tulus yang biasa selalu menghiasi bibirnya, kini terlihat begitu menyedihkan. Wajahnya lesu dan pucat. Dan tubuhnya jauh lebih kurus dari terakhir ku ingat. Berapa lama dia tidak memakan makanan yang seharusnya di makan olehnya?

“Berapa lama kau tidak makan dengan benar, Jung Ae?“ tanya ku. Dia mengulas sebuah senyuman. Hanya tersenyum. Tanpa berniat menjawab pertanyaanku. Dia mengangkat gelas kristal miliknya, mengacungkan nya ke depan ku. Mengajak ku bersulang.

Aku menatapnya tajam. “Jawab aku!“

Dia tak bergeming. Bibirnya masih mengukir senyum tipis. Tangannya masih terangkat di udara. Akhirnya aku mengangkat gelasku juga, mendentingkan gelas ku ke gelas nya. Senyum nya semakin melengkung. Kami minum bersama. Aku mengecap rasa minuman itu. Wine putih.

“Aku sudah terbiasa...,“ akhinya ku dengar suaranya lagi. “Dengan minuman sejenis ini. Menyenangkan sekali. Bisa membuat aku melupakan mu.“

“Wae?“ aku tak mengalihkan pandangan ku. “Apa sebegitu sakitnya jika mengingatku? Mengapa berusaha keras melupakan ku?“

Lagi lagi dia membisu. Dia berjalan ke arahku. Lalu duduk di pangkuanku dengan posisi wajah menghadap ku. Perlahan, dia menyatukan bibirnya dengan bibir ku. Aku memejamkan mata. Ada kesedihan yang begitu kuat dalam ciumannya.

Kami bertautan cukup lama, sampai kurasakan tubuh Jung Ae limbung dalam pangkuanku. Aku memeluknya agar tubuh Jung Ae tidak jatuh.

“Jung Ae, waeyo? Gwaenchana?“

Jung Ae menempatkan kepalanya di bahuku. Bersandar lunglai di sana. “Dekap aku, Oppa...“

Spontan, aku mendekapnya erat. Terasa dalam pelukan ku, tubuhnya yang benar benar kurus sekarang. Membuatku merasa sebagai orang yang paling jahat di dunia. Sampai membuat Jung Ae sebegini menderita karena aku.

“Oppa... aku senang... bisa di peluk mu lagi...“

Nada suaranya bergetar. Tubuhnya merosot jatuh. Aku segera menangkapnya. Membaringkannya di pangkuanku. “Jung Ae? Gwaenchana?“

Dia tidak menjawab ku. Matanya terpejam. Dengan tubuh yang semakin bergetar. Melihat keadaannya, aku seketika panik. Terlintas pikiran buruk dalam otakku.

“Jung Ae?? Jung Ae!!“

“Oppa...,“ aku tak bisa meredam kepanikanku, walau mata Jung Ae terbuka dan melihatku.

“Apa yang kamu lakukan?“ aku tak bisa menyembunyikan rasa panikku.

Jung Ae mengulas senyum lemah. Dengan bibir yang membiru. “Aku tak bisa... bertahan tanpa mu... uhuk.“

Dengan sisa tenaganya, dia menunjuk gelas yang baru di pakainya untuk bersulang dengan ku. Terlihat banyak butiran kecil seperti pasir di dalam wine putih itu. Pasir yang tidak ku lihat sebelumnya.

“Aku... mencampur... obat tidurku... uhuk.“

Mataku membulat seketika. Dia menaruh obat di gelasnya. Hanya di gelasnya.

“Kenapa tidak menaruhnya di gelasku juga??!!“ seru ku histeris. Jung Ae tersenyum lagi. Tangan nya perlahan terangkat. Mengelus pipi ku.

“Aku.. senang...,“ ucapnya terpatah, “di pelukmu.. lagi... .“ Airmatanya menitik. “Aku... rindu... kamu... .“

Tangannya terjatuh di samping nya. Membuat nyawaku seolah melayang melihat tangannya yang terkulai. Airmataku jatuh berderai. Aku mendekap tubuhnya erat. Suhu tubuhnya masih hangat. Tapi lengannya begitu dingin. “Kajima, Jung Ae. Jangan pergi. Jangan tinggalkan aku. Aku butuh kamuu...“

Aku mengguncang tubuh Jung Ae dengan kasar. Tak tampak pergerakan dari tubuhnya untuk menanggapi tindakanku.

“Jung Ae, Jung Ae!! Kim Jung Ae! Sadarlah!!“

Matanya terkatup rapat. Bibirnya semakin membiru. Dan tubuhnya mulai mendingin. Aku menggeleng frustasi. Apa aku harus membiarkan nya sendirian? Aku tak ingin kehilangannya lagi.

Aku menaruh Jung Ae di lantai. Lalu beringsut mendekati meja makan kami. Aku menuang wine putih di gelas milik Jung Ae. Mengaduk nya, bercampur dengan wine yang sudah terkontaminasi dengan obat tidur Jung Ae, dan menenggak semuanya. Dan rasa panas membakar itu menyerang organ dalam ku.

Aku kembali ke tempat Jung Ae. Mendekapnya erat.

“Jung Ae... kamu mau aku berjanji kan? Kita sudah bertemu lagi. Dan kita akan bersama lagi. Di dunia yang tidak pernah melarang cinta kita...“

Dengan kata kata itu, kesadaran ku mulai melemah. Lalu tak lama, kegelapan menyelimutiku.

Akhir yang berbeda, di mulai...

~~~~~~

‘I loved you too much to forget you – I still wait for you
Our time has stopped – it feels like you’re next to me

Don’t leave, don’t leave me
you only gave me scars in my heart
Don’t leave, don’t make me cry, come back to me
The only person who crazily
cherished me in my entire life was you

My love has died in this fragment
of separation and it’s pitiful and tortuous
This night is lonely baby don’t know why
As if a flower petal has fallen, your body grows further away
My reflection in the mirror is like a crazy woman
Trembling as if she’s nervous – the great depth of my sadness makes tears flow

If I hide my tears in the falling rain,
can all of our memories be hidden?
If I erase your name that I long
for, can all of your face be erased?

Don’t leave, don’t leave me
you only gave me scars in my heart
Don’t leave, don’t make me cry, come back to me
My heart in your train, whether it’s ripped, thrown away, hidden or burned

It remains like perfume, I see it
like a picture, it’s engraved like a stigma, remember that – don’t wanna cry
The days where you were my world tortures me,
the memories where you were my law pierces me

I can’t let go of the string of fate,
I can’t just let you go like this
Though I shout and shout to call
you out, I don’t know where you are

Don’t leave, don’t make me cry,
come back to me Such a painful person
My love has died in this fragment
of separation and it’s pitiful and tortuous 

This night is lonely – As if a flower petal has fallen, your body grows further away
My heart in your train, whether it’s ripped, thrown away, hidden or burned
It remains like perfume, it remains like a picture

My love has died in this fragment
of separation and it’s pitiful and tortuous
This night is lonely...


T-ara - Dont Leave‘


***END***